Tubuhku menyerah dalam diam,
Setiap sendi meronta tanpa suara,
Usus yang lama terlupakan kembali berteriak,
Rasa sakit menggelembung, tak pernah berhenti.
Tumor di dadaku berbisik tajam,
Ngilu yang tak lagi bisa kubendung,
Setiap denyut adalah pengingat
Bahwa aku berjalan di tepi kegilaan.
Ibu menunggu dengan tatapan penuh harap,
Namun aku rapuh, hampir hancur,
Bukan karena cinta yang kurang,
Tapi karena tubuh dan jiwa ini kelelahan.
Aku berjuang mencari serpihan uang,
Demi secuil makanan yang layak untuknya,
Tapi semakin aku melangkah,
Semakin dunia terasa menyesakkan.
Aku tak tahu sampai kapan bisa bertahan,
Antara rasa sakit dan kewajiban yang menghimpit,
Tapi di dalam kegilaan ini,
Aku hanya berharap—ada sedikit kelegaan,
Meski hanya sekejap, untuk diriku yang hilang.
By. Nurish Hardefty
Comments