Skip to main content

Tanah Air Penuh derita

By Nurish Hardefty 

Wahai Nusantara, pusaka yang dahulu dipuja,
kini dikoyak tangan-tangan durjana.
Raja tak lagi bertakhta di atas hikmat,
melainkan bersandar pada kursi lemah dan kalimat sesat.

Yang duduk di sampingnya—cacat oleh hukum yang dilupa,
dielu-elukan laksana pahlawan, padahal sekadar bayang renta.
Mereka berpesta dalam cahaya istana,
sementara rakyat menggigil dalam gelap negara.

Bumi pertiwi kini bertelanjang dada,
dikeruk jantungnya oleh sang naga dari timur sana.
Demi nikel, demi tambang, demi angka,
dikorbankanlah Labuan Bajo, Raja Ampat, Kalimantan, dan Sulawesi, Maluku yang suci tak ternoda.

Tanah sulbi leluhur dijadikan barter dagang,
dibangun pagar laut, dijual pelabuhan,
dibentangkan jalan bagi kaki asing yang garang,
dibakar hutan demi investasi dan kehancuran.

Pulau Komodo menangis dalam sepi purba,
Rempang digertak—tanah waris leluhur hendak direnggut begitu saja.
Tiada lagi batas antara negeri dan pasar,
semua dijadikan angka, ditakar, ditawar.

Hukum kini menunduk pada tahta,
bukan pada kebenaran yang luhur dan nyata.
Dan presiden—oh, pemimpin negeri ini—
lebih banyak menabur kata dari pada memegang janji.

Pajakku bukan lagi untuk negara,
melainkan untuk membayar hulu ledak dari rencana durjana.
Harga sembako melambung ke langit kelaparan,
sementara piring rakyat hanya berisi harapan.

Tanah kami dialiri tinta digital,
serifikat kami kini maya—rapuh dan tak kekal.
Satu klik, dan hilanglah tapak sejarah nenek moyang,
digantikan algoritma yang dingin dan bimbang.

Di pabrik-pabrik, para buruh diusir senyap,
PHK bagai angin malam—dingin, cepat, dan tanpa sebab.
Mereka pulang dengan mata redup dan tangan kosong,
sementara elit berdansa di lantai emas yang licin dan congkak.

Wahai angin perubahan, bilakah engkau datang?
Bangunkanlah anak negeri dari tidur panjang!
Karena di dada kami masih tersisa bara yang runcing,
siap meledak menjadi api—bukan hanya untuk menggugat,
tetapi untuk mengubah nasib negeri ini dengan ketulusan jiwa yang saat ini resah.

---


Comments

Popular posts from this blog

"Pajak Tinggi, Tapi Rakyat Indonesia Masih Menderita: Mengapa Indonesia Tidak Sejahtera Seperti Negara Lain?"

Pajak Tinggi, Tapi Rakyat Menderita: Mengapa Indonesia Tidak Sejahtera Seperti Negara Lain? Indonesia adalah negara dengan sistem perpajakan yang cukup ketat . Dari pajak penghasilan, PPN, pajak kendaraan, hingga PBB, rakyat dibebankan berbagai jenis pajak untuk mengisi kas negara . Sayangnya, meskipun pajak terus meningkat, layanan yang diterima rakyat tidak sebanding. Jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Norwegia, Swedia, atau Jerman , yang juga memiliki pajak tinggi, rakyat mereka justru menikmati pendidikan gratis, layanan kesehatan berkualitas, dan jaminan sosial yang kuat. Lalu, mengapa di Indonesia pajak tinggi tetapi kesejahteraan rakyat masih jauh tertinggal? --- 1. Pajak Tinggi di Indonesia, Tapi Ke Mana Uangnya? Di banyak negara maju, pajak yang tinggi digunakan untuk membiayai layanan publik. Namun, di Indonesia, meskipun rakyat membayar banyak pajak, mereka masih harus membayar sendiri pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan lainnya. Beberapa fakta ...

Caregiver Burnout

Merawat orang tua (ayah/ibu) yang sakit stroke selama bertahun-tahun seperti yang saya alami dua tahun ini tanpa dukungan dari anggota keluarga lainnya baik dari segi waktu, tenaga dan financial bisa menjadi pengalaman yang sangat berat secara fisik, emosional, dan mental. Dimana seharusnya penderita stroke merasa nyaman dalam perhatian sehingga mempermudah proses penyembuhan justru sebaliknya penderita stroke bisa menjadi pelampiasan kelelahan dari orang yang merawatnya. Kondisi ini sering disebut sebagai caregiver burnout atau gangguan mental akibat beban caregiving, dan dapat menyebabkan berbagai gangguan psikologis seperti stres berat, depresi, atau bahkan trauma. --- Dampak Mental Akibat Merawat Orang Tua Stroke 1. Stres Kronis Tanggung jawab terus-menerus tanpa waktu istirahat dapat meningkatkan hormon stres (kortisol), yang memengaruhi kesehatan mental. 2. Depresi Perasaan terisolasi, kelelahan, dan kurangnya dukungan sering memicu depresi pada caregiver. 3. Kecemasa...

Sendiri Melawan Dunia

Ketika kebanyakan orang menyebut hidup sebagai perjalanan, bagi saya, hidup adalah medan perang. Tidak ada hari tanpa perjuangan, tidak ada waktu untuk jeda. Semua bermula sejak saya lahir ke dunia ini. Dimasa balita kedua orang tua saya bertengkar menyebabkan ayah pergi meninggalkan ibu begitu saja dengan perempuan lain, bahkan saya dalam usia balita dijual kepada orang lain olehnya dan sampai dewasa hidup dalam keprihatinan, kurangnya asuhan dan perlindungan dari dua orang tua. Dipaksa menjadi dewasa sejak usia dini, dan mengikhlaskan ibu mencari nafkah untuk biaya hidup kami. Sementara ayah, dia sibuk dengan hawa nafsunya sendiri tanpa peduli dengan kehidupan kami sampai detik ini. Saya berjuang untuk hidup bahagia dan mendewasa oleh didikan alam semesta. Selepas masa sekolah selesai saya bekerja dan berusaha membiayai kehidupan sendiri baik untuk melanjutkan kuliah dan gaya kehidupan yang saya inginkan. Keinginan untuk menjadi orang bahagia yang sukses membuat saya gila...